Ngekrest blogspot.com
-

Jumat, 04 Juni 2010

thaharah

                                                                           BAB I

                                                                PENDAHULUAN

Latar Belakang

            Kita diciptakan untuk beribadah kepada Allah s.w.t. Ibadah kepada Allah terbagi dua yaitu; ibadah mahdlah dan gairu mahdlah. Ibadah mahdlah adalah ibadah yang tatacaranya telah ditentukan oleh syariat. Shalat, wudlu’, puasa,dan tayammum adalah sebagian bentuk dari ibadah mahdlah. Oleh karena itu ibadah yang semacam itu, tatacaranya tidak dapat dibuat sendiri oleh kita. Sebaliknya, ibadah gairu mahdlah adalah ibadah yang cara melaksanakannya tidak ditentukan oleh syariat, kita dapat memodofikasi cara pelaksanaannya sesuai keinginan kita.

            Thaharah dalam hal ini adalah bersesuci adalah salah satu bentuk dari ibadah mahdlah. Thaharah tidak tertuju ke wudlu’ saja, melainkan juga membahas berbagai penyucian dari penyucian tempat, pakaian, badan, serta jiwa. Kebanyakan orang apabila berbicara masalah thaharah pasti fikirannya akan tertuju pada wudlu’. Mungkin hal itu adalah masalah yang paling populer dalam hal thaharah. Thaharah adalah ibadah yang paling dasar dan mendasari sebagian ibadah  yang lain. Oleh karena itu pelaksanaan thaharah harus sesempurna mungkin agar tidak berdampak pada yang lainnya.

            Pertumbuhan zaman semakin modern. Berbagai tempat – bersuci – di masjid dan mushalla telah bermacam-macan konstruksinya. Hal itu disediakan bagi orang yang hendak melaksanakan shalat agar lebih nyaman ketika berthaharah. Kadang kala ada sebagian tempat yang tempat berthaharahnya berada di bawahnya. Sehingga sebagian dari mereka berthaharah ala kadarnya. Oleh karena itu kami menyusun makalah ini agar kita dapat berintrospeksi diri apakah thaharah kita yang selama ini telah sempurna dan benar.

 

Rumusan Masalah

            Pembahasan fiqh dalam kitab-kitab klasik yang pertama kali dibahas adalah thaharah. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya penyempurnaan bersuci sebelum melaksanakan ibadah shalat misalnya. Banyak sekali permasalahan yang terdapat dalam bab thaharah ini, maka kami akan mencoba memberikan rumusan masalah dalam makalah kami;

Definisi thaharah

Ketika berthaharah alat apa sajakah yang digunakan?

Berbagai cara yang digunakan ketika berthaharah

Dan analisis permasalahan

 

BAB II PEMBAHASAN

Definisi Thaharah

            Secara etimologi thaharah berarti bersih dan terbebas dari kotoran yang nampak seperti najis, termasuk dari air kencing, dan najis secara maknawi berupa aib dan kemaksiatan.[1] Sedangkan secara istilah thaharah adalah menghilangkan segala sesuatu yang dapat mencegah sahnya shalat, dengan menggunakan air atau yang lainnya seperti debu.

Banyak perbedaan definisi tentang thaharah walaupun maknanya sama. Seperti pendapat Imam Ibrohim al-Bajuri; menghilangkan segala bentuk lapisan hadats dan khobats.[2] Hal ini diperkuat oleh pendapa Ibnu Qosim al-Ghazi; pekerjaan yang dikerjakan sebelum shalat seperti wudlu’, mandi, dan izalatun najasah.[3]

            Beberapa definisi di atas berbeda lafat namun pada dasarnya bermakna sama yaitu segala hal yang dikerjakan sebelum shalat, baik itu berupa menghilangkan kotoran pada tempat, pakaian, dan badan, wudlu’, atau tayammum, dan mandi.

            Tidak semua orang berthaharah diterima atau sah. Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang berthaharah. Setidaknya enam atau tujuh syarat;[4] yang pertama islam atau muslim, orang kafir tidak termask di dalamnya karena bukan golonga ahli ibadah kecuali dalam zakat fitrah ulntuk hambanya. Hal ini diperbolehkan karena zakat adalah ibadah maliyah. Yang kedua tamyiz. orang gila ,anak kecil, dan orang yang pikirannya tidak sempurna tharahnya tidak diterima. Yang ketiga tidak ada penghalang terhadp kulit seperti tato atau semacamnya. Yang keempat mengalir, artinya air yang digunakan mengalilr di anggota badan. Kelima airnya bersifat suci mensucikan, tidak bercampur (mukholidt) dengan  benda suci lainnya. Keenam tidak berubah karena benda najis baik sedikit ataupun banyak. Yang ketujuh tidak memperlama dalam niat. Dalam artian  tidak ragu-ragu dalam niat      

 

Alat-alat thaharah

·         Air

Air adalah alat yang paling sempurna yang digunakan untuk berthaharah, karena dapat manyucikan dan menghilangkan benda najis. Tidak sembarang air yang dapat digunakan keika thaharah, banyak macam air dalam bab thaharah ini, yaitu;

1.      air suci mensucikan.

Beberapa air yang termasuk suci mensucikan adalah air yang keluar dari bumi, seperti air sungai dan laut. Air ini dinamakan air mutlak.

2.      air suci mensucikan tapi makruh menggunakannya.

Adalah air yang musyammas dan musta’mal. Adapula yang berpendapat penggunaan air yang terlalu dingin atau panas makruh digunakan.

3.      air suci tapi tidak dapat mensicikan.

Adalah air yang berasal dari buah-buahan seperti air kelapa dan semangka.

4.      air mutanajis atau air yang terkena najis.

Adalah air yang berubah salah satu dari tiga sifatnya (Bau, warna, dan rasa) karena bercampur dengan benda najis,  apabila air tersebut lebih dari dua kulah. Namun bila sedikit, berubah atu tidak tetap dihukumi mutanajis.

 

·         Tanah

Tanah atau lebih tepatnya debu adalah salah satu alat yang dapat digunakan dalam thaharah yaitu ketika bertayammum. Debu yang digunkan ketika tayammum harus mempunyai dua syarat. Yang pertama suci dalam artian tidak terkena najis dan tidak terpakai sebelumnya. Dan yang kedua dapat diterbangkan oleh angin. Debu atau tanah ini tidak termasuk kapur dan pasir.

 

·         Batu

Pemakaian batu dalam konteks thaharah adalah salah satu alat yang digunakan ketika thaharah dalam bab istinjak[5] lebih tepatnya istjmar[6]. Batu di sini bersitat sekunder, yang digunakan apabila air tidak ditemukan. Namun ada hadits nabi yang mengungkapkan bahwa penggunaan batu plus air ketika istinjak adalah lebih sempurna. Penggunaan batu harus dapat menghilangkan benda najis walaupun tidak sempurna, jumlah batu tersebut tiga atau lebih, dan tidak termasuk benda-benda yang dihormati seperti emas dan perak. Tidak pula berbentuk benda najis seperti kotoran hewan dan tulang-benulang.

 

Hukum Thaharah

Nabi SAW bersabda;

لا تقبل صلاة بغير طهور

Shalat tidak diterima tanpa didahului dengan bersuci[7]

Membersihkan diri dari segala macam najis maupun hadast merupakan suatu kewajiban bagi umat islam terutama bagai mereka yang tahu hukumnya serta mampu melakukannya. Allah berfirman ; “dan pakaianmu bersihkanlah”. (QS. Al-Mudatsir 74:4)

Maka ketika membersihkan pakaian adalah suatu yang wajib, tentunya terlebih lagi membersihkan tubuh. Sedang mengenai suci dari hadast dan jinabat Allah berfirman: “Hai orang-orang  yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu”. (QS. Al-Maidah 5:6)

 

Macam-macam cara thaharah

·         Menghilangkan kotaran

Jumhur ulama secara syar’i merumuskan thaharah menjadi dua macam;

1.      Thaharah hakikiah

2.      Thaharah hukmiyah

Thaharah hakikiah

Adalah bersuci dari kotoran atau najis yang biasanya terdapat pada badan, pakaian, dan tempat-tempat lain.

Najis

Najis adalah suatu yang dinilai kotor secara syar’i maka wajib bagi setiap muslim untuk mensucikan diri darinya baik saat akan beribadah maupun dalam berkehidupan dengan sesama.

Hal-hal yang dinilai najis dalam dalil syar’i antara lain;

1.      Kotoran manusia

Menurut kesepakatan  para ulama bahwa kotoran manusia termsuk air seninya adalah najis. Sebagaimana sabda Nabi  SAW;

ادا وطيء احدكم بنعله الادي فان التراب له طهور

Jika salah seorang diantara kalian menginjak kotoran  dengan sandalnya maka sesungguhnya debu menjadi pensuci baginya.[8]

Adapun dalil yang mendasari najisnya air seni adalah sebagaiman riwayat anas bahwa seorang arabi kencing dalam masjid maka sebagia orang berdiri untuk mencegahnya maka rasulullah bersabda, “Biarkanlah ia jangan kalian mencegahnya”.  Anas berkata setelah orang itu selesai buang air kemudian rasulullah meminta seember air lalu menyiramkannya.[9]

2.      Madzi dan wadi

Madzi adalah air yang keluar saat syahwat sedang memuncak yang lembut dan lengket. Para ulama sepakat bahwa madzi adalah najis. Ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh syaikhani seseorang bertanya tentang madzi lalu nabi bersabda;

يغسل دكره ويتوضاء

“Hendaknya mensuci kemaluannya lalu berwudhu.

 Para ulama sepakat bahwa madzi hukumnya adalah najis.[10]

Adapun wadi adalah air yang keluar setelah air seni berwarna putih dan kental. Dari Ibnu Abbas ia berkata : “Tiga hal mani, madzi dan wadi. Adapun mani adalah mewajibkan seseorang untuk mandi adapun wadzi dan madzi mka sucikanlah kemluanmu kemudian wudhulh sebagaimana kamu wudhu untuk shalat”.[11]

3.      Darah haid

Dari Asma Binti Abu Bakar, dia berkata seorang perempuan daang kepada nabi dan berkata wahai Rasulullah bagi salah seorang diantara kami tekena darah haid apa yang harus kami perbuat? maka Rasul SAW menjawab;

تحته ثم تقرصه بالماء ثم تصلي فيه

Hendaklah ia mengeriknya kemudian menggosoknya  dengan air dan menyiramnya maka shlatlah dengannya”.[12]

4.      Kotoran hewan yang haram

 Abdullah bin Mas’ud ia berkata suatu ketika Nabi hendak buang air besar lalu bersabda ambilkan aku tiga batu, lalu aku hanya mendapatkan dua batu dan sebuah kotoran maka beliau memegang dua batu itu dan membuang kotoran sambil bersabda itu aadalah najis.

5.      Air liur anjing

Rasulullah bersabda :

طهور اناء احد كم ادا ولغ فيه الكلب ان يغسله سبع مرات اولا هن با التراب

Cara mensucikan bejana dari kalian bila seekor anjing menjilat bejana tersebut hendaknya mencucinya tujuh kali sedang salah satunya dengan debu.”[13]

6.      Daging babi

Allah SWT berfirman “Katakanlah tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakan kecuali makanan itu bangkai atau darah mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor.” (Qs. Al-An’Am 6:145)

7.      Bangkai

Menurut kesepakatan para ulama semua hewan yang mati tanpa disembekih sesuai syariat islam adalah najis. Nabi bersabda jika kulit telah disamak maka ia telah suci.

Namun pengecualian pada :

1.      Bangkai ikan dan belalang

Nabi bersabda  dihalalkan kepadamu dua banagkai dan dua darah yaitu dua bangkai ikan dan belalang dan dua darah yaitu hati dan limpa.

2.      Bangkai yang tidak berdarah

Sabda nabi jika seekor lalat jatuh dalam wadah salah satu seorang dianar kalian mka celupkanlah seluruh tubuhnya atau buanglah sesungguhnya pada salah at dari dua sayapnya terdapat penyakit dan yang lain terdapat obat penawarnya.

3.      Tulang hewan yang sudah mati

8.      Potongan tubuh dari hewan yang masih hidup  

Sabda Nabi  SAW : “Bagian tubuh yang dipotong dari ewan yang masih hidup adalah bangkai.”[14]

9.      Arak

Imam yang empat sependapat dalam soal ini mereka berdalil dari firman Allah “hai oeang-orang beriman sesungguhnya khomr, judi , berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuaan keji termasuk perbuatan syetan.(QS.al-maidah 5 : 90).

Adapun Robiah, al Mijani dan yang lainnya dari ulama salaf yang dikuatkan oleh as-Syaukani,ash-Shan’ani, Ahmad Syakir dan al Bani berpendapat bahwa khamr adalah suci. Mereka memandang bahwa dalam ayat tersebut tidak menunjukkan najisnya khamr.

 

            Istinjak

            Istinjak secara bahasa adalah menghilangkan pengganggu.

Adapun secara istilah adalah menghilangkan segala sesuatu yang keluar dari lubang qubul dan dubur dengan air,batu, atau yang lain.

Hukum istinjak

Sebagaimana hal yang dilakukan pada segala sesuatu yang keluar dari dua lubang seperti air seni,madzi, dan kotoran manusia maka istinjak hukumnya adalah wajib.rasulullah bersabda

لا يستنجي احدكم بدون ثلاثة احجا ر

Janganlah salah seorang diantara kalian beristinjak kurang dari tiga batu.[15]

Larangan menggunakan kurang dari tiga batu adlah bentuk pengharman. Selain dengan batu istinjak pun dapat dilakukan engan air,tongkat , kayu, dan lainnya.

 

Adab beristinjak

1.      Hendaknya dengan angan kiri

Dari abu qotadah rasulullah bersabda janganlah salah seorang diantara kalian memegang kemaluannya dengan tangan kanan saat buang air kecil dan janganlah dengan tangan kanannya mengusap pada saat buang hajat dan janganlah bernafas dalam wadah.

2.      Hendaknya menggosokkan tangannya atau mencucinya setlah istinjak.

Dari Abu Hurairah ia berkata,” Jika Nabi buang hajat aku mendatangkan air untuknya dalam sebua wadah lalu beliau beristinjak kemudian mengusapkan tangannya ke tanah.[16]

3.      Hendaknya memercikkan air pada kemaluannya dan celananya.

 

Thaharah Hukmiyah

Thaharah hukmiyah adalah mensucikan diri dari hadast khususnya yang terdapat pada badan. Thaharah hukmi yah dibagi tiga;

1.      Thaharah kubra

Yaitu najis yang hanya bisa disucikan dengan mandi

2.      Thaharah shugra

Yaitu najis yang bisa disucikan cukup dengan wudhu

3.      Pengganti dari keduanya saat udzur sebagai rukhsoh yatiu bertayamum

 

·         Wudhuk

Wudhu secara bahasa diambil dari kata wadha’ah berarti kebersihan dan kecerahan.

Adapun secara istilah syar’i adalah menggunakan air pada yempat-tempat tertentu pada tubuh manusia untuk menghilangkan sesuatu dari segala bentuk kotoran yang menghalangi syarat sahnya ibadah.

Rukun wudhu adalah bila rukun-rukun wudhu itu terlaksana maka terlaksanalah ibadah dengan sempurna dan bila salah satunya hilang maka menurut syrait wudhunya batal. Allah swt berfirman “Wahai orang-orang beriman apabila kalian hendak melaksanakan shalat maka basuhlah mukamu dan kedua tanganmu hingga siku-siku dan usaplah kepalamu dan basuhlah kedua kakimu hingga kedua mata kaki..”(QS. Al-maidah 5:6).

Para imam madzhab sepakat bahwa dalam air tersebut adalah mencakup seluruh rukun-rukun wudhu, sementara Imam Hanafi dan Imam Maliki dalam keharausan tertib menurut urutan rukun wudhu sebagaimana yang dijelaskan pada ayat tersebut adalah membolehkan untuk tidak  tertib  yang penting terpenuhi semua rukun wudhu tersebut.

Perkara-perkara yang membatalkan wudhu ;

·   Keluarnya air seni, air besar dan buang angin

·   Keluarnya mani, wadi dan madzi

·   Tidur yang pulas hingga menghilangkan kesadaran

Perkara-perkara yang tidak membatalkan wudhu

·   Laki-laki menyentuh perempuan tanpa penghalang

·   Keluar darah bukan dari arah biasanya

·   Muntah dan sejenisnya

·   Tertawa baik dalam maupun di luar shalat

·   Memandikan mayit dan mengusungnya

·   Keraguan dalam berhadats

Perbuatan yang selain shalat tapi di perintahkan untuk berwudhu

·   Thawaf di ka’bah

·   Menyentuh al-Qur’an

Perkara-perkara yang dianjurkan untuk berwudhu

·   Berdzikir kepada Allah SWT

·   Hendak tidur

·   Bagi orang uang junub jika ingin makan, minum, tidur atau mengulangi persetubuhan

·   (sebelum) mandi

·   Setelah makan makanan yang di masak

·   Memperbarui wudhu setiap shalat

·   Berwudhu setiap kali berhadast

·   Berwudhu karna muntah

 

·         Tayammum

Tayamum dari segi bahasa adalah maksud, dikatakan aku bertayamum berarti aku bermaksud. Allah SWT berfirman : “Dan janganlah kamu memilih yng buruk-buruk lalu kamu nafkahkan.” (Qs. Al-Baqarah 2:267)

Adapun secara istilah berarti sengaja menggunakan debu untuk bersuci sebagai jalan lain dari tidak dapat terlaksanakannya wudhu maupun mandi.

Pensyariatan Tayamum

Allah SWT berfirman, “Lalu kamu tidak memperoleh tayamum maka bertayamumlah dengan tanah yang baik.” (Qs. Al-Maidah 5:6)

Sabda Nabi SAW ;

جعلت الارض كلها لي ولامتي مسجدا وطهوراىفاينها ادركت رجلا من امتي الصلاة فانده مسجده وعنده طهوره

Dijadikan bumi seluruhnya untukku dan untuk umatku sebagai masjid dan untuk bersuci, maka dimanapun seseorang dari umatku menemui waktu shalat, maka di situlah tempatnya untuk bersuci[17]

Tayamum merupakan ganti dari wudhu atau mandi dalam keadaan dimana wudhu ataupun mandi tidak memungkinkan untuk dilakukan karena tidak ada air. Adapun kondisi diperbolehkannya tayammum antara lain dalam dua kondisi :

1. Ketika tidak teradpat atau menemui air,baik dalam keadaan mukim atau berpergian

2. Ketika berhalangan menggunakannya.

Sementara ketika dalam keadaan memiliki air namun tidak cukup untuk sebagian anggota badannya, dalam hal ini para ulama terbagi menjdi dua pendapat :

1.      Hendaknya mencuci baagian badan semampunya sesuai jumlah air serta bertayamum untuk sebagian yang lain yang tidak mendapatkan air.

Sabda Rasulullah SAW;

ادا امرتكم بامرفاءتوامنه ما استطعتم

 

Apabila aku  memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka lakukanlah semampu kalian.[18]

2.      Hendaknya ia langsung bertayamum. Ini sebagaimana pendapat imam abu hanifah, imam malik,dan salah satu dari dua perkataan madzhab imam syafii dan juga dikatakan oleh sekelompok ulama salaf.

Mereka berpendapat, karena musafir tidak mungkin menggabungkan antara pensucian dengan air dan pensucian dengan debu, melainkan hendaknya memilih diantara keduanya.

Tayamum oleh para ulama boleh dilakukan apabila seseorang memiliki air namun khawatir akan menderita kehausan bagi dirinya, temannya, atau hewan tungganganya apabila menggunakannya.  Jumhur ulama’ (Abu Hanifah, Syafii, Ahmad, Ibnu Hazm) juga membolehkan tayamum walaupun ada air apabula seseorang dalam keadaan khawatir akan mengakibatkan kematian atau memperlambat kesembuhan pada dirinya jika menggunakan air.

Kriteria tanah untuk bertayamum

1.      Permukaan bumi secara mutlak,baik itu pasir,gunung,kerikil atau debu tanah

Sabda Nabi SAW;

جعلت الارض كلها لي ولامتي مسجدا وطهوراىفاينها ادركت رجلا من امتي الصلاة فانده مسجده وعنده طهوره

“Dijadikan bumi seluruhnya untukku dan untuk umatku sebagai masjid dan untuk bersuci, maka dimanapun seseorang dari umatku menemui waktu shalat, maka di situlah tempatnya untuk bersuci[19]

2.      Yang dimaksud dengan sha’id adalah debu dan tidak boleh diartikan dengan yang lainnya.

Tata cara yang benar dalam bertayamum

Hadis amar bahwa sutu ketiaka terjadilah sesuatu para sahabat mengusap debu(tayamum) untuk shakat subuh, disaat itu, mereka bertemu rasulullah saw maka mereka kembali menepuk debu dengan telapak tangan mereka, lalu mereka mengusap tangan mereka semuanya sampai pundak dan ketiak bagian dalam tangan mereka.

 

Perkara-perkara yang membatalkan tayamum

Segala macam hadas yang bisa membatalkam wudhu, adalah membatalkan tayamum. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini diantara para ulama.

Sementara seseorang yang menemukan air setelah bertayamum sebelum ia melakukan shalat maka batallah tayamum maka tidak boleh malakan shlat dengan tayamumnya tersebut.

Adapun barang siapa yang dalam keadaan shalat dengan tayamum kemudian datanglah air maka dalam hal ini ulama berbeda pendapat;

1.      Hendaknya yang membatalkan shalat dan menggunakan air untuk kemudian memulai shalatnya dari awal ini adalah pendapat Abu Hanifah, Ahmad dan Ibnu Hazm.

2.      Hendaknya melanjutkan shalat dan tidak membatalkannya ini adalah pendapat Syafi’i dan Maliki.

·         Samak

Mengenai samak hal ini berkaitan dengan konsep thaharah izalatun najasah. Yakni bensucikan kulit bangkai, agar dapat dipakai beribadah. Baik dengan cara samak dengan benda suci maupun benda najis seperti menggunakan kotoran burung dara atau merpati.

 

·         Mandi

Mandi berarti  mengalirkan air keseluruh tubuh untuk tujuan membersihkan diri dari kotoran dengan tertib yang tertentu.

Perkara-perkara yang menyebabkan wajibnya mandi

1.   Keluar mani, baik dalam keadaan sadar maupun tidur

2.   Bertemunya dua kelamin (walau tanpa ejakuasi)

3.   Haid dan nifas

4.   Muallaf

5.   Shalat jum’at

Perkara-perkara yang di sunnahkan untuk mandi

1.   Shalat Idul fitri dan Idul Adha

2.   Setelah bangun atau sadarkan diri dari pingsan

3.   Melaksanakan ihram haji atau umrah

4.   Memasuki kota Makkah

5.   Ketika hendak mengulangi persetubuhan

6.   Setelah memandikan mayat

7.   Seorang wanita yang sedang istihadah (mengeluarkan darah penyakit) tiap akan shalat.

 

Urgensi thaharah

Adapun  urgensi thaharah adalah diantaranya :

1.      Merupakan syarat sah shalat. Sabda nabi saw

لا تقبل صلا ة من احدث حتي يتوضا ء

Tidaklah diterima shalat seseorang yang berhadas hingga ia berwudhu[20]

2.      Allah swt menyukai orang-orang yang bersih dengan firmannya,”Sesungguhnya Allah menyuka orang-orang yang bertaubat dan menyukai oarang-orang yang bersih.” (Qs. Al-Baqarah 2:222).

3.      Adzab kubur karena kurang perhatiannya terhadap najis. Rasulullah bersbada  

انما يعدبا ن وما يعدبان في كبير اماهدا فكان لا يستنزه من بورله

“Sesungguhnya keduanya sedang diadzab, keduanya tidaklah diadzab karena suatu perkara besar akan tetapi dia tidak berhati-hati akan air seni kencingnya.”[21]

Analisis permasalahan

Teknologi dalam era global saat ini semakin berkembang. Ketika dahulu kita ingin tahu keadaan di tempat yang berbeda nun jauh di sana, menggunakan surar yang berhari-hari baru sampai pada tujuan. Kali ini kita dapat menggunakan hand phone – hp – mengirim sms pada keluarga, teman, bahkan pacar. Kita tidak hanya dapat mengirim pesan secara langsung namun kita juga dapat berkomunikasi sambil mengetahui keadaan orang yang kita ajak bicara.

Perubahan air saat ini sangan elegan dikalangan kita. Saat ini kita mengenal beberapa macam air baik air minum seperti jus buah, pop ice, dan lainnya, dan air minum biasa – dengan cara penyulingan – seperti air gallon, aqua, dan sebagainya. Dari pelbagai air tersebut apakah dapat digunakan bersuci? dapatkah mengilangakan kotoran? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita runtun masalahnya pertahap.

Hal Ini  akan terjawab dengan mengidintifikasi substansi air. Termasuk air yang manakah dari pembagian empat  air di atas. Penyulingan air adalah perubahan air yang aslanya kotor menjadi bersih, yang asalnya najis manjadi terbebas. Jadi pada dasarnya air sulingan termasuk jenis air yang berubah, baik berubah dengan benda najis ataupun dengan benda suci lainnya.

Perubahan air ada dua macam;mukholidt dan mujawir. Mukholidt adalah perubahan air yang tidak dapat dipisahkan, seperti ekstra joss. Mujawir adalah perubahan air yang pada akhirnya dapat dipisahkan, seperti air sabun. Jadi penyulingan air termasuk perubaha air yang mujawair berevolusi menjadi air suci mensucikan. Penggunaan air sulingan untuk berthaharh adalah sah.   

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Banyaknya pembahasan di atas akan membuat kita bingung membacanya. Oleh karena itu kami akan mencoba memberikan kesimpulan sederhana pada makalah ini.

Makalah ini terbagi menjadi beberapa bagian yaitu;

Bagian pertama menjelaskan tentang pengertian thaharah yaitu menghilangkan segala sesuatu yang dapat mencegah sahnya shalat, dengan menggunakan air atau yang lainnya seperti debu.

Bagian kedua tentang alat-alat yamg digunakan ketika berthaharah yang berkisar pada air, tanah atau debu, dan batu.

Bagian ketiga adalah beberapa metode atau tatacara dalam berthaharah. Serta menberikan analisis permasalahan sederhana.

 

Daftar Pustaka

Malik, Abu Kamal Sayyid Salim, Shahih Fiqh Sunnah, Pustaka Azzam,Jakarta Selatan:2008

al-Bajuri, Imam, al-Bajuri, al-Hidayah, tt

Ibnu Qosim al-Ghazi, fathul Qorib, al-Hidayah, tt

Syekh Muhammad Nawawi, Sulllam at-Taufiq, Pustaka Ulum Semarang, tt

Shahih Bukhori dan Muslim

 



[1] Abu Malik Kamal Sayyid Salim, Shahih Fiqh Sunnah, Pustaka Azzam,Jakarta Selatan:2008, hal. 102

[2] Imam al-Bajuri, al-Bajuri, al-Hidayah, hal. 24

[3] Ibnu Qosim al-Ghazi, Fathu al- Qorib, al-Hidayah, hal. 3, pendapat  ini sama dengan pendapatnya Ibnu Qadimah dalam  kitabnya; al-Mughni juz 1 hal. 12

[4] Syekh Muhammad Nawawi, Sulllam at-Taufiq, Pustaka Ulum Semarang, hal.  24-25

                [5] Istinjak adalah  membersihkan kotoran yang keluar dari dua lobang, baik lubang depan dan  lubang belakang

                [6] Sedangkan  istijmar adalah  istinjak yang menggunakan  tiga batu atau  lebih.

[7]  Shahih, Muslim 224

[8] HR. Abu Daud 368 dengan sanad shahih

[9] Muttafaq  Alaih; Bukhori 6025 , Muslim 284

[10] Lihat Majmu’ dari An-Nawawi (2/6), Al-Mughni dari Ibnu Qudama’ (1/168)

[11]  Sunan Al-Baihaqi dan di shahihkan al-Bani dalam shahih sunan Abu Dawud 190

 Muttafaq  Alaih, Bukhari 227, Muslim 291

[13]  Shahih, Muslim 279

[14]  HR. At-Tirmidzi 1480, Abu Daud 2858 dan Ibnu Majah 3216

[15]  Shahih HR. Muslim262

[16] Hassan lighoirihi, dikeluarkan olehnya 45, Ibnu Majah 678, dan An-Nasa’i 1/45.

[17]  Hasan HR. Ahmad 2/222 dari jalur Amr bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya.

[18] Shahih Bukhari 7688, Muslim 3199

[19]  Hasan telah di sebutkan sebelumnya

[20] Muttafaq alaih, Bukhori 135 Muslim 225

[21] HR. Abu Daud 20, An-Nisa’ 31-2069, Ibnu Majah 347 dengan sanad shahih

Tidak ada komentar: