Ngekrest blogspot.com
-

Jumat, 04 Juni 2010

rawi, sanad dan matan

 

TENTANG RAWI, SANAD, DAN MATAN

 

Untuk mengetahui hal tersebut, perlu dikemukakan satu hadis sebagai contoh:

 

حدثنا محمد بن المثنى قال حدثنا عبد الوهاب الثقفي قال حدثنا أيوب عن أبي قلابة عن أنس عن النبي  صلى الله عليه وسلم  قال ثلاث من كن فيه وجد   حلاوة الإيمان  أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يقذف في النار

 

Sabda Nabi Muhammad saw. Yang berbunyi:


ثلاث من كن فيه وجد   حلاوة الإيمان  أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يقذف في النار


disebut sebagai matan

 

Sementara rentetan perawi, mulai dari البخارى, محمد بن المثنى, عبد الوهاب الثقفي , أيوب, أبي قلابة , dan  أنس  disebut sanad

 

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matan ialah: materi hadis atau kalau dalam contoh tadi  ya  sabda atau pernyataan Nabi saw. Sedangkan sanad ialah  rentetan para perawi yang memindahkan/mentransfer matan dari sumbernya (Nabi saw). Sementara itu rawi/perawi ialah orang-orang yang  terlibat dalam periwayatan hadis, baik ia sebagai orang yang menerima dan menyampaikan hadis,  ataupun ia menerima dan membukukannya.

 

Dalam contoh hadis  tadi, perawinya ialah: al-Bukhari, Muhammad bin al-Mutsanna, Abdul Wahab al-Tsaqafi, Ayyub, Abi Qilabah, dan Anas RA.

 

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa perawi ialah orang yang menerima dan menyampaikan, atau menerima dan membukukan hadis;  karena itu harus memenuhi beberapa syarat.

 

Syarat bagi penerimaan riwayat (hadis) atau disebut TAHAMMUL, ialah:Dapat membedakan sesuatu dan mengetahui; baik ia itu masih kecil atau bahkan tidak muslim. Memang ada beberapa pendapat yang mensyaratkan harus baligh dan muslim,  tetapi tidak didukung oleh realita. Buktinya riwayat yang disampaikan oleh Hasan, Husayn, Ibnu Abbas, Anas bin Malik, dll. Dapat ditewrima  dan tidak dibedakan apakah riwayat tersebut diterima  ketika masih belum baligh atau sesudahnya.  Demikian juga riwayat Khalid bin Walid yang didengar dari Nabi saw., sejak ia masih kafir juga diterima.

 

Sementara itu dalam menyampaikan riwayat/hadis, perawi disyaratkan:

         Baligh

         Islam

         Berakal

         Adil

         Dlabith

 

Islam,  artinya bahwa riwayat orang kafir tidak diterima, karena hadis itu bagian dari agama, tentu sesuatu yang datang dari orang kafir tidak bisa diterima.

 

 

Baligh, dan berakal, artinya riwayat orang yang belum baligh juga tidak dapat diterima, demikian juga riwayat orang yang tidak berakal alias gila. ini didasarkan kepada sabda Nabi:

 

أن رسول الله  صلى الله عليه وسلم قال   رفع القلم  عن ثلاث عن المجنون المغلوب على عقله وعن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى يحتلم

 

Adil, artinya riwayat orang yang tidak adil tidak dapat diterima.  Alasannya, karena hadis merupakan masalah agama, sehingga harus disampaikan oleh orang yang adil.

Pengertian adil sendiri ialah:  sifat dalam hati yang bisa membimbing kearah taqwa, dan menjaga muru’ah/kepribadian,  sehingga akan terhindar dari melaksanakan dosa besar dan membiasakan dosa kecil

 

Dlabith, ialah kemampuan seseorang untuk  menyampaikan sesuatu (hadis) sesuai dengan  yang didapatkan/didengar dari orang lain (guru).  Atau  kapasitas intelektual yang cukup.

 

Beberapa metode periwayatan hadis ( al-Tahammul dan al-Ada’)

         Al-Sama`

         Al-Qira’ah ala al-Syaykh  ( al-`Aradl)

         Al-Ijazah

         Al-Munawalah

         Al-Mukatabah

         I`lam al-Syaykh

         Al-Washiyyah

         Al-Wijadah

 

Al-Sama`, ialah seorang guru membaca hadis yang dihafal ataupun membaca dari kitab/catatan, sedangkan para mustami`in/murid mendengarkan.

 

Al-Qira’ah ala al-Syaykh/ al-`aradl, ialah  seseorang menyodorkan bacaan hadis yang dihafal atau dari catatannya kepada  seorang guru/ syaykh.

 

Al-Ijazah, ialah pemberian ijin seorang guru/syaykh kepada seseorang untuk meriwayatkan hadis yang ditunjuk, baik secara khusus maupun secara umum.

 

Al-Munawalah, ialah pemberian hadis, catatan, kitab hadis seorang guru/syaykh kepada muridnya sebagai riwayat darinya, baik disertai ijin untuk meriwayatkannya maupun tidak.

 

Al-Mukatabah, ialah upaya menulis hadis dari guru atau perintah kepada orang lain untuk diberikan kepada murid yang hadir, atau untuk dikirim kepada murid yang tidak hadir, baik disertai ijin maupun tidak, untuk meriwayatkannya kepada orang lain.

 

Diterimanya dari seseorang I`lam al-Syaykh, ialah pemberitahuan oleh seorang guru/syaykh kepada muridnya tentang suatu hadis atau catatan hadis yang (guru/syaykh) dengan tanpa  menjelaskan pemberian ijin untuk meriwayatkannya

 

Al-Washiyyah, ialah pesan seseorang  kepada  orang lain, sebelum pergi atau sebelum mati, tentang hadis atau catatan hadis miliknya

 

Al-Wijadah, ialah penemuan seseorang atas catatan hadis orang lain, baik yang ia kenal dengan pemilik tulisan tersebut, karena sezaman ataupun tidak mengetahuinya.

 

Keberadaan  sanad, perawi dan matan sesungguhnya sama-sama penting. Karena hadis itu terdiri atas dua komponen yang tidak dapat dipisahkan, yaitu sanad dan matan;  Sementara perawi itu unsur vital dalam sanad.

 

Pentingnya sanad hadis, tergambar dalam pernyataan ulama’, seperti

 

قال محمد بن سيرين  إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم

[1]

Artinya:

Muhammad bin Sirin mengatakan bahwa ilmu ini (isnad)  adalah termasuk bagian dari agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambilnya.

عن بن سيرين قال لم يكونوا يسألون عن   الإسناد  فلما وقعت الفتنة قالوا سموا لنا رجالكم فينظر إلى أهل السنة

فيؤخذ حديثهم وينظر إلى أهل البدع فلا يؤخذ حديثهم

[2]
Artinya:
Dari Ibnu Sirin mengatakan bahwa (pada saat itu) orang-orang tidak mempertanyakan mengenai isnad, namun ketika terjadi fitnah, mereka (ketika menerima  berita/hadis) selalu menanyakan (sanadnya) sebutkanlah siapa  yang membawa berita/hadis atau para perawinya. Maka terlihatlah kemudian bahwa perawi yang memang dari ahli sunnah itulah yang hadisnya diambil, sementara perawi dari ahli bid`ah, hadisnya tidak akan diterima.

 

قال:عبد الله بن المبارك :   الإسناد  من الدين ولولا   الإسناد  لقال من شاء ما شاء


[3]
Artinya:
Ibnu al-Mubarak mengatakan bahwa  isnad itu termasuk agama, dan seandainya tidak ada  isnad, niscaya setiap orang akan dengan seenaknya mengatakan sesuatu yang dikehendakinya.

 

قال العباس بن أبي رزمة  سمعت عبد الله يقول بيننا ونين القوم القوائم يعني   الإسناد


[4]
artinya:
al-`Abbas bin Abi Ruzmah mengatakan: saya telah mendengar dari `Abd Allah (bin al-Mubarak) mengatakan: bahwa diantara kami (kaum muslimin) dan antara kaum (bukan kaum muslimin) terdapat al-Qawa’im, yaitu isnad.

 

 

Tidak ada komentar: