PENDAHULUAN
Di tengah umat islam sekarang sering terjadi perbedaan dalam penetuan awal bulan qomariah. Sehingga pada gilirannya menyebabkan perbedaan umat dalam mengawali ibadah puasa ramadhan, beridhul fitri dan beridhul adha. Perbedaan itu bisa terjadi dalam lingkup lokal, nasional maupun internasional. Perbedaan itu selesihnya tidak hanya satu hari saja bahkan bisa sampai tiga atau empat hari. Kondisi itu memang sangat memperhatinkan, sebab umat muslim melaksanakan ibadah puasa ramadhan, beridhul fitri dan beridhul adalah bukan hanya sekedar fenomena ibadah ritual, melainkan juga sebagai fenomena persatuan umat islam.
Umat islam yang sesungguhnya umat satu (ummatan wahidah), sebab punya nabi satu (Muhammad), kitab suci satu (al-quran) dan menyembah pada tuhan satu allah subhanallahu wata’ala. Tapi hal itu nampak tercerai-berai, terpecah belah dan tidak kompak, karena perbedaan dalam mengawali ibadah puasa dan berhari raya. Dimana perbedaan itu timbul sebab perbedaan dalam menetukan awal bulan bulan qomariah yang bersumber pada perbedaan interpretasi atau penafsiran hadist nabi, baik yang memaknai rukyah bersifat ta’abudi ghair ma’qul al ma’na maupun ta’aquli-ma;qul al ma’na.
Dalam rangka mengatasi perbedaan itu munculah sebuah ide rukyah global yang digagas organisasi politik islam global bernama Hizbut Tahrir. Ide rukyah global itu sebagai modal menuju persatuan umat islam karena berdampak pada keseragaman waktu ibadah bagi umat muslim di seluruh dunia. Namun masih dipertanyakan apakah ide itu bisa mengatasi perbedaan yang ada ataukah malah menambai perbedaan yang sudah ada?
Dalam makalah sederhana ini, penulis ingin menyajikan permasalahan penetuan awal bulan qomariah prespektif hizbut tahrir yang terdiri dari pandangan hizbut tahrir mengenai penetuan awal bulan qomariyah dan landasan hukum yang dipakai hizbut tahrir dalam rukyah global. Namun di awal penulis ingin menyajikan asal usul hizbut tahrir beserta pendiri organisasi ini dan di akhir makalah, penulis sajikan kesimpulan.
PEMBAHASAN
A. Pendiri Hizbut tahrir
Pendiri hizbut tahrir adalah syaikh Taqiyuddin an-nabhani, nama lengkapnya adalah syaikh Taqiyuddin bin Ibrahim bin Musthafa bin Ismail bin Yusuf an-Nabhani.Nasabnya bernisbat kepada kabilah bani Nabhan, salah satu kabilah Arab badui di Palestiana yang mendiami kampung ijzim, distrik shafad termasuk wilayah hafyah di uatara Palestina.[1]
Taqiyuddin lahir di kampung ijzim, menurut pendapat yang paling kuat dia lahir pada tahun 1332 M atau 1914 M. Ayahnya syaikh Ibrahim, seorang syaikh yang faqih dan bekerja sebagai guru ilmu-ilmu syariah di kementrian pendidikan Palestina. Ibunya juga mempunyai pengetahuan yang cukup luas tentang masalah-masalah syariah dari ayahnya yaitu syaikh yusuf.
Pada tahun 1928, Taqiyuddin bergabung dengan tsanawiyah al-Azhar dan lulus pada tahun itu juga dengan predikat exelent. Setelah itu dia melanjutkan ke kuliyah Dar al Ulum yang merupakan cabang al-Azhar dan pada saat yang sama dia juga mengikuti halqah-halqah ilmiyah di al-Azhar. Setelah lulus, Taqiyuddin bekerja dalam bidang pengajaran syariah di kementrian pendidikan hingga tahun 1938. Pada tahun itu dia beralih untuk beraktivitas di bidang peradilan syariah dengan menjabat sebagai sekertaris mahkamah Haifa pusat, yang akhirnya pada tahun 1950 dia mengundurkan diri dari jabatan qadhi di mahkamah banding syari’ah dan beralih untuk memberikan ceramah kepada mahasiswa tingkat dua di fakultas ilmu islam di Amman hingga tahun 1952.
Pada saat Taqiyuddin beralih beraktivitas di peradilan, Taqiyuddin mulai menjalin kontak dengan para ulama’ yang dia kenal untuk mengajukan ide pembentukan partai politik yang berlandaskan islam. Tekad Taqiyuddin tidak padam, dia terus menjalin kontak dan berdiskusi sampai mampu meyakinkan sejumlah orang –para ulama’, qadhi terkemuka serta orang yang memiliki politik dan pemikiran yang menonjol- tentang pendirian partai politik berlandaskan islam.[2] Setelah itu dia mulai mengajukan kerangka kepartaian dan pemikiran-pemikiran yang mungkin dijadikan bekal tsaqafiyyah bagi partai itu. Pemikiran-pemikirannya mendapat ridho dan diterima oleh para ulama’ tersebut, yang kemudian mendirikan Hizbut Tahrir sebagai partai politik tersebut.
Pada awalnya,sebelum pendirian Hizbut Tahrir dilakukan pertemuan yang dihadiri oleh para pendiri Hizbut Tahrir guna saling tukar pendapat dan menarik orang-orang baru. Dalam diskusi itu yang dibahas adalah masalah-masalah keislaman yang mempengaruhi kebangkitan umat islam.
Pada tahun 1952 M, lima orang pendiri Hizbut Tahrir menyampaikan permintaan resmi kepada kementrian dalam negeri Yordania dengan maksud untuk mendapatkan izin pendirian partai politik. Kelima orang itu adalah:
1. Taqiyuddin an-Nabani, pemimpin partai
2. Dawud hadmam, wakil ketua merangkap sekertaris partai
3. Ghanim abduh, bendahara partai
4. Dr. Adil an Nablusi, anggota
5. Munir syaqir, anggota
Pada tanggal 28 jumada ats- Tsanawiyah 1372 atau bertepatan tanggal 14 maret 1953 M, Hizbut Tahrir secara resmi menurut undang-undang telah lahir menjadi partai resmi yang memiliki wewenang untuk langsung melaksanakn kegiatan kepartaiannya dan berhak melaksanakan kegiatan kepartainya yang dinyatakan dalam anggran dasarnya yang sesuai undang-undang Jam’iyah Ustmani pada waktu itu.
B. Pandangan Hizbut Tahrir dalam penetuan awal bulan Qomariah
Hizbut Tahrir[3] memandang bahwa penentuan awal bulan Qomariyah hanya dilakukan dengan rukyatul hilal dari suatu tempat di muka bumi, baik itu dilakukan dengan mata telanjang (bil ‘ain al-basyirah) maupun dengan alat pembesar atau pendekat semisal teropong atau teleskop.[4] Dengan kata lain Hizbut tahrir tidak membenarkan penggunaan hisab dalam menetukan awal bulan Qomariyah.
Dalam sebuah Nasyrah (selebaran) yang tertanggal 25 sya’ban 1419 H ( 14 desember 1998), Hizbut Tahrir menegaskan sikap menolaknya penetuan awal bulan berdasarkan hisab ( al-hisab al-falaki) dengan menyatakan:
والرؤية المعتبرة هي الرؤية البصرية ، ولا اعتبار للحسا بات الفلكية إذا لم تثبت الرؤية بالعين البصرية إ ذ لا قيمة شريعة للحسابات الفلكي في إثبات الصوم والإفطار لآن السبب الشرعي.للصوم. او الإفطار هو رؤية الهلال بالعين
“Rukyat yang sah (mu’tabar) adalah rukyat dengan mata, hisab tidak dapat dijadikan dasar jika rukyat tidak terbukti dengan mata, karena hisab tidak memiliki nilai secara syar’i dalam menetapkan puasa dan berbuka”[5].
Alasan Hizbut tahrir berpegang pada rukyatul hilal tidak hisab itu dikarenakan sebab syar’i (as-sabab as-syar’i) untuk berpuasa dan berhari raya tiada lain adalah rukyatul hilal bil ‘ain. Pengertian sebab disni menurut Hizbut Tahrir mengacu pada istilah ushul fiqh, yaitu merupakan hukum wadh’i yang berati sesuatu yang menyebabkan terlaksanakan hukum, bukan disyari’atkannya hukum,[6] seperti : masuknya waktu adalah sebab pelaksanaan shalat, safar (pejalanan adalah sebab bolehnya berbuka puasa ramadhan dan bolehnya mengqasar shalat, pencurian adalah sebab dilaksanakan hokum potong tangan, tercapainya nishob adalah sebab pembayaran zakat dan seterusnya. Maka rukyatul hilal adalah sebab dilaksanakannya puasa ramadhan dan beridul fitri.
Menurut Hizbut tahrir yang dimaksud Rukyat adalah rukyat bil a’in yaitu rukyat dengan mata baik menggunakan alat bantu atau tidak, bukan rukyat bil ilmi yang berate rukyat dengan perhitungan atau hisab[7]. Pendapat ini didasarkan pada hadist-hadist nabi saw, dari abu hurairah ra rosulullah saw bersabda:
صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته ...............الخ
“Berpuasalah kamu karna melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal.....”. ( HR Bukhori dan muslim).
Dari ibnu Umar ra, rosulullah saw bersabda:
إذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا فإن غمّ عليكم فاقدروا له
“Jika kamu melihat dia (hilal) maka berpuasalah dan jika kamu melihat dia (hilal) maka berbukalah, dan jika pandangan kamu terhalang mendung maka perkirakanlah”. (HR Bukhori, Muslim dan An nasa’i).
Dari hadist-hadist di atas Hizbut tahrir menyatakan bahwa hadist itu mempunyai pengertian yang jelas (shariha ad-dalalah) bahwa sebab syar’i untuk puasa dan idul fitri adalah rukyatul hilal.
C. Methode rukyatul hilal Hizbut Tahrir
Sebagaimana keterangan di atas Hizbut tahrir berpegang pada rukyatul hilal dalam masalah penetuan awal bulan Qomariyah, namun yang dimaksud Hizbut Tahrir, rukyatul hilal disini bukanlah rukyatul hilal lokal yang berlaku dalam satu matla’( madzhab syafi’i). Melainkan rukyah yang berlaku secara global, dalam arti rukyatul hilal di salah satu negeri muslim berlaku untuk kaum muslimin di negeri-negeri lain di seluruh dunia, hal inilah yang dinamakan dengan rukya global.
Dalam masalah ini hizbut tahrir menegaskan:
وخطاب الشارع في هذه لأحاديث موجه إلى جميع المسلمين لا فرق بين شامي وحجازي ولا بين إندونيسي وعراقي فألفاظ الأحاديث جاءت عامّة، لأن ضمير الجماعة في صوموا وأفطرو يدلّ على عموم المسلمين وكذلك لفظ رؤيته فهو اسم جن س مضا ف لى ضمير يدلّ على رؤية الهلال من أي إنسان…
“Seruan Pembuat Hukum dalam hadits-hadits ini (seperti dua hadits di atas) diarahkan kepada seluruh kaum muslimin, tidak ada bedanya antara orang Syam dengan orang Hijaz, antara orang Indonesia dengan orang Irak. Sebab lafaz-lafazh hadits tersebut datang dalam bentuk umum, karena kata ganti untuk orang banyak (dhamir jama’, yakni wawu) pada hadits “shuumuu… wa afthiruu” menunjukkan umumnya kaum muslimin. Demikian pula lafazh “ru`yatihi” adalah isim jenis yang diidhafatkan kepada dhamir (kata ganti), menunjukkan rukyatul hilal dari manusia siapa pun juga dia[8]”.
Pandangan Hizbut Tahrir ini sejalan dengan pendapat imam syaukani dalam persoalan ikhtilaful matla’i ( perbedaan matla’), dimana imam syaukani menguatkan pendapat jumhur ( hanafi maliki dan hambali). Beliau berpendapat bahwa perintah dalam hadist Ibnu umar ( idza ra’itumuuhu), tidak di khususkan untuk penduduk daerah secara terpisah, melainkan merupakan perintah bagi setiap kaum muslimin. Maka menggunakan Hadist ini sebagai landasan untuk memberlakukan rukyah kepada negara lain adalah lebih kuat dari pada tidak memberlakukannya. Sehingga jika suatu penduduk negeri telah melihat hilal, maka berlakulah rukyah bagi kaum muslimin semuanya apa yang berlaku bagi penduduk suatu negeri itu[9].
Dengan demikian Hizbut Tahrir tidak menerima rukyah lokal yang berpegang pada mathla’ yaitu daerah geografis keberlakuan rukyat seperti pendapat madzhab syafi’i. Menurut madzhab syafi’i, jika terbukti berhasil merukyat di suatu negeri, maka itu hanya berlaku untuk daerah-daerah yang dekat yakni masih dalam satu mathla’. Dengan kriteria satu mathla’ itu adalah jarak 24 farsakh atau daerah sejauh 133 km. Sedangkan daerah-daerah yang jaraknya jauh lebih dari 24 farsakh maka rukyat tersebut tidak berlaku bagi daerah tersebut.
Pendapat madzhab syafi’i tersebut didasarkan pada hadist Kuraib, yang menjelaskan Ibnu abbas di Madinah tidak berpegang dengan rukyat Muawiyah di Syam. Hadistnya sebagai berikut:
أن أم الفضل بعثته إلي معاويه بالشام فقال: فقدمت الشام فقضيت حجتها وإستهل علي رمضان وأنا بالشام فرأيت الهلال ليلة جمعة ثم قدمت المدينة أخر الشهر فسألني عبد الله ابن عباس ثم ذكر الهلال فقال متى رأيتم لهلال ؟ فقلت رأيناه ليلة الجمعة فقال انت رأيته؟ نعم ورأه الناس وصاموا وصام معاوية فقال لكنا رأيناه ليلة السبت فلا نزل نصوم حتى نكمل ثلاثين أو نراه فقلت: ألا نكتفي برؤية معاوية وصيامه فقال: لا هكذا امرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم .
“ Bahwa Ummu fadhl telah mengutus dia (kuraib) kepada muawiyah di Syam.dia berkata: maka aku tiba di Syam dan menyelesaikan kebutuhan ummu fadhl, ramadhan tiba saya di syam. Saya melihat hilal pada malam jum’at dan saya tiba di madinah akhir bulan ramadhan. Lalu ibnu abbas bertanya kepadaku, lalu dia menyebut persoalan hilal. Dia bertanya kapan kamu melihat hilal? Saya menjawab: kami melihat malam jum’at. Dia bertanya : kamu melihat sendiri? Saya menjawab: ya , orang-orang juga melihatnya lalu mereka berpuasa dan berpuasa juga muawiyah. Ibnu abbas berkata: tapi kami melihatnya malam sabtu, maka tetap berpuasa hingga kami sempurnakan sampai 30 hari atau hingga kami melihat hilal. Saya berkata: tidakkah kita mencukupkan diri dengan rukyat dan puasanya muawiyah? Ibnu abbas berkata: tidak, demikianlah rosulullah memerintahkan kita.” (HR jama’ah kecuali Bukhori dan ibnu Majah).
Menurut mazdhab syafi’i, Ibnu Abbas mengikuti rukyah madinah dan tidak mengikuti rukyat Syam. Hal ini dengan perkataan Ibnu abbas : “tidak, demikianlah rosulullah memerintahkan kepada kita” itu menjadi dalil bahwa setiap negeri mempunyai rukyah sendiri-sendiri dan rukyah suatu negeri tidak berlaku bagi negeri yang lain karena ada perbedaan matla’. Namun Hizbut tahrir tidak sependapat dengan madzhab syafi’i, dengan alasan bahwa perkataan Ibnu Abbas tersebut bukanlah hadist marfu’ melainkan ijtihad pribadi dari Ibnu Abbas. Sedangkan ijtihad sahabat nabi dalam pandangan Hizbut Tahrir bukanlah dalil syar’i yang mu’tabar (sumber hukum yang bisa diterima) karena dalil syar’i yang mu’tabar dalam pandangan Hizbut Tahrir hanyalah Al-qur’an, as-sunnah, ijma’ sahabat dan qiyas[10]. Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa Hizbut tahrir dalam penetuan awal bulan tidak menggunakan hisab dan rukyah lokal melainkan berpegang teguh pada rukyah global.
Namun khusus untuk penetuan bulan Dzulhijjah yang berhubungan dengan ibadah haji dan Idul Adha, hizbut tahrir memiliki pandangan bahwa rukyatul hilal pada bulan Dzulhijjah yang menjadi patokan adalah ruyatul hilal penguasa Mekkah bukan rukyatul hilal dari negeri-negeri muslim yang lain. Kecuali penguasa Mekkah tidak berhasil merukyat hilal barulah negeri-negeri yang lain menjadi patokan[11]. Dalil yang digunaka Hizbut tahrir adalah hadist dari Husain bin al harist al jadali, dia berkata:
أن أمير المكة خطب ثم قال عهد إلينا رسولالله أن ننسك للرؤيته فإن لم نره وشهد شاهدا عدل نسكنا بشهادتها
“bahwa amir ( penguasa mekkah) berkhutbah kemudian dia berkata, rosulullah telah menetapkan kepada kita agar kita menjalankan manasik berdasarkan rukyat.lalu jika kita tidak melihat, dan ada dua orang saksi yang adil yang menyasikannya maka kita akan menjalankan manasik berdasarkan kesaksian” (HR Abu daud Imam daruqutni).
Lafazd hadist “an nansuka” menurut Hizbut tahrir lebih tepat diartikan “ kita menjalankan manasik haji” bukan diartikan “an nashuma” sebagaimana pendapat pensyarah Hadist. Pendapat ini diperkuat lagi dengan Hadist:
صوما لرؤيته وأفطروا لرؤيته وانسكوا لها فإن غم عليكم فأكملوا تلاتين فإن شهد شاهدان صوما وأفطروا
“berpuasalh kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hila dan laksanakn manasik kamu karena melihat hilal. Lalu jika pandanganmu tertutup mendung sempurnakanlah tiga puluh hari. Jika ada dua saksi yang melihatnya maka berpuasa dan berbukalah kamu.” ( HR an-nasa’i)
Menurut Hizbut tahrir dalam hadist ini ada lafadz “ wa-nsukuula” yang diartikan “hendakalah kamu melakukan nusuk”, karena jika itu diartikan puasa maka tidak tepat sebab akan terjadi pengulangan makna, mengingat di awal hadist sudah ada perintah puasa berdasarkan rukyah. Oleh karena itu, hizbut tahrir berpendapat bahwa lafadz nusuk dalam hadist Husain bin al harist al jadali itu bermakna “menjalankan haji” bukan puasa.
Dalam pandangan Hizbut tahrir hadist itu juga menjelaskan siapa yang mempunyai otoritas dalam pelaksanaan hari-hari manasik haji seperti : hari arafah, hari idul adha dan hari tasriq adalah wali atau amir Mekkah[12] , jadi Hizbut tahrir berpendapat bahwa rosulllah tidak menyerahkan otoritas dalam pelaksanaan hari-hari manasik haji kepda penduduk di luar Mekkah tapi hanya memberikan kewenangan itu pada penguasa Mekkah. Meskipun saat ini kekuasaannya bukan berupa khilafah tapi kewenangan itu tetap masih dimiliki oleh penguasa Mekkah sekarang (arab saudi).
Jadi Penetapan idul adha menurut Hizbut tahrir itu dengan menggunakan rukyatul hilal yang seluruh umat islam diseluruh dunia bepatokan pada rukyatul hilal penguasa Mekkah (arab saudi), namun jika tidak berhasil barulah negeri-negeri lain dapat dijadikan patokan.
D. Sikap hizbut tahrir dalam perbedaan penetuan awal bulan Qomariyah
Dalam penetuan awal bulan Qomariyah memang sering terjadi perbedaan, perbedaan itu sudah lama mendapatkan perhatian dan pemikiran yang cukup mendalam, dan juga hamper setiap tahun terutama menjelang bulan ramadhan, syawal, serta dzulhijjah, persoalan ini selalu mengundang polemic. Sehingga persoalan ini dikatakan persoalan klasik dan aktual[13].
Menurut Hizbut tahrir perbedaan dalam penentuan awal bulan qomariyah, seperti dalam menetukan awal dan akhir ramadhan, berhari raya idul fitri dan idul adha. Itu tidak lebih hanyalah satu masalah dari sekian banyak masalah yang dihadapi umat islam karena ketiadaan Negara Khalifah, sebagai pemersatu umat islam. Dengan kosongnya Khalfah itu umat islam menjadi terpecah belah sampai lebih dari 50 negara bangsa. Yang masing-masing Negara merasa berhak dalam menetukan awal bulan qomariyah[14].
Hizbut tahrir memberikan pendapat dalam mengatasi perbedaan penetapan awal bulan qomariyah, dengan menghadirkan kembali Khilafah (pemerintahan islam) yang diberi amanat untuk menjalankan hukum-hukum allah. Khilafah tersebut akan mengadopsi satu ijtihad dari sekian banyak ijtihad syar’i, kemudian ketetapan dari Khalifah wajib diikuti oleh semua umat islam.
KESIMPULAN
Dari keterangan-keterangan diatas penulis bisa menyimpulkan bahwa Hizbut tahrir hanya menggunakan rukyatul hilal dalam menetukan awal bulan Qomariyah, dan yang dimaksud rukyatul hilal menurut Hizbut tahri adalah rukyatul hilal global yang berlaku bagi semua umat muslim di dunia. Namun khusus dalam menentukan bulan dzulhijjah, hanya penguasa Mekkah yang mempunyai wewenang dalam menetapkan hari pelaksanan manasik haji seperti: hari arafah, idul adha dan hari-hari tasyriq.
Solusi Hizbut tahrir dalam persoalan perbedaan penetapan awal bulan qomariyah adalah dengan mendirikan Negara dengan pemerintahan islam (Khalifah) yang dengan keputusan Khalifah bisa menghilangkan perbedaan pendapat, sesuai dengan kaidah ushul fiqh “amrul imam yarfa’ul khilaf” (perintah amir atau Khalifah menghilangkan perbedaan pendapat).
PENUTUP
Demikianlah makalah yang bisa kami sampaikan, penulis sadar bahwa makalah ini banyak kekurangan yang perlu ditambahi dan banyak kesalahan yang perlu diperbaiki, sehingga kritik dan saran penulis harapkan, demi perbaikkan dan kesempurnaan. Dan akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Wa Allah A’lam bi Al-Shawab.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Baghdadi, Abdurrahman, “Umatku Saatnya Bersatu Kembali : Telaah Kritis Perbedaan Awal dan Akhir Ramadhan”, Jakarta: Insan Citra Media Utama, 2007.
An-nabani,Taqiyuddin, “Asy- Syahsiyah Al-Islamiyah”, Beirut: Darul Ummah, 2005.
Az-zuhaili, Wahbah, “Al Fiqh Al Islami Wa Adilatuhu”, Damaskus: Darul Fikr, 1996.
Azhari, Susikna, “Ensiklopedi Hisab Rukyah”, Yogyakarta: Pusataka Pelajar, 2008.
-----, “Hisab dan Ruyah Wacana Untuk Membangun Kebersamaan di Tengah Perbedaan”, Yogyakarta: pustaka pelajar, 2007
Izzuddin, Ahnad, “Fiqh Hisab Rukyah”, Jakarta: penerbit Erlangga, 2007.
Nasyrah Hizbut Tahrir, “Tsumu Li Ru’yatihi Wa Aftiru Li Ru’yatihi”, 14 desember 1998.
Syaukani, Imam, “Nailul authar”, Damaskus: Dar Fikr, 1996.
http://pedang-islam.blogspot.com/2008/11/penentuan-bulan-qomariah.html, sabtu 23 april 2010.
http://www.hizb-ut-tahrir.info/.,sabtu,23 april 2010.
http://hizbut-tahrir.or.id/2008/04/29/pemikiran-ushul-fiqh-hizbut-tahrir sabtu 23 april 2010.
http://adivictoria1924.wordpress.com/pendiri-ht/, sabtu 23 april 2010.
.
[1] http://adivictoria1924.wordpress.com/pendiri-ht/, sabtu 23 april 2010
[2] Ibid, sabtu 23 april 2010
[3] Di Indonesia biasa disebut HTI (Hizbut Tahrir Indonesia)
[4] http://pedang islam blogspot.com, sabtu 23 april 2010
[5] Ibid, sabtu 23 april 2010
[6]http://hizbut-tahrir.or.id/2008/04/29/pemikiran-ushul-fiqh-hizbut-tahrir sabtu 23 april2010
[7] Lihat pendapat rukyautl bil ilmi oleh susiknan azhari dalam “Hisab dan rukyat wacana untuk membangun kebersamaan di tengah perbedaan” hal 70
[8] Nasryah hizbut tahriri, Shumu Li ru’yatihi wa aftiru Li ru’yatihi, 25
[9] Imam syaukani, nailul authar 4 hal 195
[10] Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, (Beirut : Darul Ummah), 2005, III, hal.67.
[11] http://pedang-islam.blogspot.com/2008/11/penentuan-bulan-qomariah.html, sabtu 23 april 2010
[12] ibid
[13] Ahmad izzuddin, “fiqih hisab rukyah”, Jakarta: penerbit erlangga, 2007
[14] http://www.hizb-ut-tahrir.info/., sabtu 23 april 2010
1 komentar:
Harrah's Cherokee Casino & Hotel - Mapyro
The Harrah's Cherokee Casino & Hotel is a 군산 출장샵 casino hotel 전주 출장샵 in Cherokee, North Carolina 구리 출장샵 with a stay 성남 출장샵 in hotel. The property is smoke-free and guests Rating: 3.2 · 전라북도 출장마사지 13 votes
Posting Komentar